BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Latar
Belakang
Sebagai perwujudan dari cita desentralisasi
tersebut, maka langkah-langkah penting sudah dilakukan oleh pemerintah.
Lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pemerintahan daerah membuktikan bahwa keinginan untuk mewujudkan cita-cita ini
terus berlanjut. Sekalipun demikia, kenyataan membuktikan bahwa cita tersebut
masih jauh dalam realisasinya. Otonomi daerah masih lebih sebagai harapan
ketimbang sebagai kenyataan yang telah terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa Otonomi Daerah belumlah terwujud sebagaimana yang diharapkan. Kita
nampaknya baru menuju kea rah Otonomi Daerah yang sebenarnya.
Beberapa faktor-faktor yang menetukan prospek
otonomi daerah, diantaranya, yaitu :
Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek
penggerak (faktor dinamis) dalam peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor
manusia ini haruslah baik, dalam pengertian moral maupun kapasitasnya. Faktor
ini mencakup unsur pemerintah daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD,
aparatur daerah maupun masyarakat daerah yang merupakan lingkungan tempat
aktivitas pemerintahan daerah tersebut.
Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan
tulang punggung bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan Daerah.
Salah stu cirri daerah otonom adalah terletak pada kemampuan self
supportingnya / mandiri dalam bidang keuangan. Karena itu, kemampuan
keuangan ini akan sangat memberikan pengaruh terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan
retribusi daerah, hasilm perusahaan daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah
lainnya yang sah, haruslah mampu memberikan kontribusinya bagi keuangan daerah.
Faktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan
sarana pendukung bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan
yang ada haruslah cukup dari segi jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya dan
praktis dari segi penggunaannya. Syarat-syarat peralatan semacam inilah yang
akan sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen.
Tanpa kemampuan organisasi dan manajemen yang memadai penyelenggaraan
pemerintahan tidak dapat dilakukan dengan baik, efisien, dan efektif.oleh sebab
itu perhatian yang sungguh-sunggguh terhadap masalah ini dituntut dari para
penyelenggara pemerintahan daerah.
Sejarah perkembangan Otonomi Daerah membuktikan bahwa
keempat faktor tersebut di atas masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya
Otonomi Daerah masih menunjukkan sosoknya yang kurang menggembirakan.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa itu Otonomi Daerah?
2.
Bagaimana Sejarah Perkembangan Otonomi
Daerah di Indonesia?
3.
Apa peran penting di dalam Otonomi
Daerah?
4.
Apa dampak Otonomi Daerah?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa pengertian Otonomi
Daerah?
2.
Untuk mengetahui sejarah perkembangan
Otonomi Daerah di Indonesia?
3.
Untuk mengetahui peran penting di dalam
Otonomi Daerah?
4.
Untuk mengetahui dampak Otonomi Daerah?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Otonomi Daerah
Otonomi berasal dari 2 kata yaitu, auto berarti
sendiri, nomos berarti rumah tangga atau urusan pemerintahan.Otonomi
dengan demikian berarti mengurus rumah tangga sendiri. Dengan mendampingkan
kata ekonomi dengan kata daerah, maka istilah “mengurus rumah tangga sendiri”
mengandung makna memperoleh kekuasaan dari pusat dan mengatur atau
menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah sendiri.
Ada juga berbagai pengertian yang
berdasarkan pada aturan yang di tetapkan oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian
yang memliki kaitan dan hubungan dengan otonomi daerah yang terdapat di dalam
Undang-Undang, yaitu sebagai berikut:
·
Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan
urusan di dalam suatu daerah.
·
Penyelenggaran urusan pemerintah daerah
tersebut harus menurut asas otonomi seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI
sebagaimana yang dimaksudkan di dalam UUD 1945.
·
Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati
atau Walikota, perangkat daerah seperti Lurah,Camat serta Gubernur sebagai
pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.
·
DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah
di mana di dalam DPRD duduk para wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi
rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
·
Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan
kewajiban suatu daerah otonom untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan
pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan masyarakat yang berada dan
menetap di dalam daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
·
Daerah otonom adalah suatu kesatuan
masyarakat yang berada di dalam batas-batas wilayah dan wewenang dari
pemerintahan daerah di mana prngaturan nya berdasarkan prakarsa sendiri namum
sesuai dengan sistem NKRI.
·
Di dalam otonomi daerah di jelaskan
bahwa pemerintah pusat adalah Presiden Republik Indonesia sebagaiman tertulis
di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.2 Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di
Indonesia
a.
Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan
staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang
mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad
No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan
sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah
provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya
menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang
merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh
pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun
kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga
masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
b.
Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan
invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau
Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris
di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda.
Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil
melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan
penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda.
Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No.
27/1942 yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa
Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah
otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading.
c.
Masa Kemerdekaan
1.
Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
2.
Periode Undang-undang Nomor 22 tahun
1948
3.
Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
4.
Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun
1959
5.
Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
6.
Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
7.
Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999
8.
Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004
2.3 Peran Penting Dalam Otonomi Daerah
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah). Di dalam Otonomi daerah selalu identik dengan yang namanya Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang sering disebut APBD. Di sini saya akan
membahas sedikit mengenai APBD.
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas
dari kemampuan bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator
penting dalam menghadapi otonomi daerah. Kedudukan faktor
keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat penting, karena
pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya dengan efektif dan
efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan pembangunan dan
keuangan inilah yang mrupakan salah satu dasar kriteria untukmengetahui secara
nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Suatu daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan
pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat
mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi
bagian yang terbesar dalammemobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah
daerah. Oleh karena itu, sudah sewajarnya apabila PAD dijadikan tolak ukur
dalam pelaksanaan otonomi daerah demi mewujudkan tingkat kemandirian dalam
menghadapi otonomi daerah.
Sedangkan menurut UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara disebutkan bahwa
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Lebih lanjut dijelaskan dalam PP No.58 Tahun
2005 tentang Pengelolahan Keuangan Daerah disebutkan bahwa APBD adlah rencana
keuangan tahunan Pemerintah daerah yang di bahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD,dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
ekonomi. Inisiatif peningkatan
perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan
dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan
efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
2.5 Dampak
Otonomi Daerah
a. Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah
bahwa dengan otonomi daerah makapemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan
untuk menampilkan identitas lokalyang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang
dan kendali pemerintah pusatmendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah
dalam menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang
diperoleh lebih banyak daripada yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari
pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkanpemerintah lokal mendorong
pembangunan daerah serta membangun program promosikebudayaan dan juga
pariwisata.
b. Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah
adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan
tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan
nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai
dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu
dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh
pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut
dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintahpusat akan lebih susah
mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan
sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Beberapa modus pejabat nakal dalam
melakukan korupsi dengan APBD :
1.
Korupsi Pengadaan Barang Modus :
·
Penggelembungan (mark up) nilai barang
dan jasa dari harga pasar.
·
Kolusi dengan kontraktor dalam proses
tender.
2.
Penghapusan barang inventaris dan aset
negara (tanah)
Modus :
·
Memboyong inventaris kantor untuk
kepentingan pribadi.
·
Menjual inventaris kantor untuk kepentingan
pribadi.
3.
Pungli penerimaan pegawai, pembayaran
gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.
Modus : Memungut biaya tambahan di luar
ketentuan resmi.
4.
Pemotongan uang bantuan sosial dan
subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
Modus : Pemotongan dana bantuan sosial
b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap
meja).
5.
Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat permohonan fiktif
seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat
dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan
dalam menyusun program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini
sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila
Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu
program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi
dikemudia hari..
3.2 Saran
Analisis Langkah-Langkah Yang Harus
Diambil Pemerintah Dalam Mengontrol Otonomi Daerah:
1. Merumuskan
kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di tingkat propinsi dan
sejalan dengan strategi desentralisasi secara bertahap.
2. Menyusun
sebuah rencana implementasi desentralisasi dengan memperhatikan faktor-faktor
yang menyangkut penjaminan kesinambungan pelayanan pada masyarakat,perlakuan
perimbangan antara daerah-daerah,dan menjamin kebijakan fiskal yang
berkelanjutan.
3. Untuk
mempertahankan momentum desentralisasi,pemerintah pusat perlu menjalankan
segera langkah desentralisasi,akan tetapi terbatas pada sektor-sektor yang
jelas merupakan kewenangan Kabupaten dan Kota dan dapat segera diserahkan.
4. Proses
otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan tanggung jawab dari
menteri negara otonomi atau menteri dalam negeri,akan tetapi menuntut
koordinasi dan kerjasama dari seluruh bidang dalam kabinet (Ekuin,Kesra &
Taskin, dan Polkam).
DAFTAR PUSTAKA
Riwu Kaho, Josef, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Indonesia,
Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada.
DR. Kaloh J, 2007, Mencari Bentuk otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam
Menjawab Kebutuhan Lokal Dan Tantangan Global, Jakarta, Rhineka Cipta.
http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-otonomi-daerah-di.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar