Selasa, 03 Januari 2017

Waduk lhokseumawe 😄


Lhokseumawe #pulausemadu rancong


Pameran foto #ilmu komunikasi #unimal


Pameran foto



Waterboom lhokseumawe


Universitas malikussaleh #ilmu komunikasi #pameran poto


MAKALAH PENGAMBILAN KEPUTUSAN



A. LATAR BELAKANG
Setiap tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari, sesungguhnya didasari oleh keputusan yang diambil. Mulai dari aktivitas individual hingga aktivitas dalam organisasi, semuanya didasari pada keputusan yang diambil. Akan tetapi, karena keputusan-keputusan tersebut telah rutin diambil, maka biasanya seseorang atau kelompok organisasi tidak lagi berlama-lama berfikir untuk menetapkan keputusan tersebut. Setiap tindakan seolah-olah dilakukan begitu saja secara alami tanpa perlu pertimbangan. Padahal, sesunggunya tidaklah sepenuhnya seperti itu.
Diluar tindakan rutin tersebut, dalam kehidupan sehari-hari sering kali seseorng dan organisasinya dihadapkan oleh permasalahan yang perlu dipertimbangkan matang-matang sebelum mengambil keputusan. Karena semua keputusan yang dibuat tentunya didasari pada pertimbangan matang dari berbagai kemungkinan yang ada agar dalam sebuah organisasi mendapatkan pilihan yang baik.
            Akan tetapi keputusan untuk memilih ini tidak selalu mudah, terutama karena kita mempunyai berbagai keterbatasan. Bila keputusan dipaksa untuk mendapatkan sesuatu yang sangat ideal, tidak jarang keputusan tersebut menjadi salah akibat keterbatasan-keterbatasan tersebut. Akibatnya kita harus menanggung resiko memilih pilihan yang kurang tepat sehingga merugikan diri sendiri maupun organisasi, Nachrowi Djalal Nachrowi, PhD dan Hardius Usman, Msi (2004:1).

B.TINJAUAN PUSTAKA
Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai ‘apa yang harus dilakukan’ dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengambilan keputusan (desicion making) itu sendiri adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan alternatif.
Ada beberapa pendapat para ahli tentang pengertian pengambilan keputusan diantaranya, menurut Terry dalam Fendy (2011) Mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang mungkin. Diungkapkan pula oleh Goerge dalam Fendy (2011) Mengatakan proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian, dan pemilihan diantara sejumlah alternatif. Sedangkan menurut Horold dan O’Donnell dalam Fendy (2011) Mereka mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat. Serta Siagian dalam Soetopo (2010:145) memandang bahwa: Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta dan data, penelitian yang matang atas alternatif dan tindakan








C. PEMBAHASAN
A.Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan sering dijelaskan sebagai tindakan memilih di antara beberapa kemungkinan. Pengambilan keputusan adalah suatu proses lebih pelik dari sekedar memilih di antara beberapa kemungkinan. Banyak perdebatan muncul saat menentukan efektivitas pengambilan keputusan secara individu atau kelompok. Secara kelompok biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai keputusan, tetapi dengan pengambilan keputusan kelompok dapat mengikut-sertakan spesialis dan ahli akan menguntungkan karena interaksi di antara mereka akan menghasilkan keputusan yang lebih baik. Pada kenyataannya, banyak para peneliti menyatakan bahwa keputusan konsensus dengan lima atau lebih peserta akan lebih baik, karena akan mendapatkan pengumpulan suara terbanyak dan keputusan memimpin kelompok.
Keputusan tertentu tampaknya memang menjadi lebih baik jika dibuat oleh kelompok, seperti keputusan tidak terprogram lebih cocok jika dibuat oleh kelompok.
B.Gaya dan Model Pengambilan Keputusan
Gaya Manajer dalam pengambilan keputusan akan banyak diwarnai oleh beberapa hal seperti latar belakang pengetahuan, perilaku pengalaman, dan sejenisnya. Cara-cara manajer dalam mendekati masalah tersebut antara lain :
Penghindar Masalah
            Seorang penghindari masalah mengabaikan informasi yang menunujukkan kesebuah masalah. Para penghindari masalah ini tidak aktif dan tidak ingin menghadapi masalah.
Penyelesaian Masalah
            Seorang penyelesaian masalah mencoba menyelesaikan masalah-masalah apabila masalah-masalah itu muncul. Mereka bersikap reaktif menghadapi masalah-masalah yang timbul.
PencarianMasalah
            Seorang pencari masalah secara aktif mencari masalah-masalah guna diselesaikan atau mencari peluang-peluang baru untuk dikejar.
C.     Peranan Individu dan Kelompok dalam Pengambilan Keputusan
Pada tingkat individual, kemampuan seorang pengambil keputusan sangat bergantung pada tingkat kemahirannya menggabungkan dan mengkolaborasikan antara pendekatan ilmiah, daya fikir kreatif intuitif dan emosional. Dalam keputusan individual, manager membuat pilihan tindakan yang disukai. Beberapa faktor perilaku hanya mempunyai aspek–aspek  tertentu dari proses pengambilan keputusan.
Faktor tersebut adalah :
1.      Kepribadian,
2.      Nilai,
3.      Kencendrungan akan resiko, dan
4.      Kemungkinan ketidakcocokkan.
1. Kepribadian
Satu penelitian telah berusaha pengaruh dari beberapa variable terpilih teradap proses pengambilan kepriadian, tetapi memasukan juga rangkaian variable lain yaitu :
a.       Variabel kepribadian, Hal ini mencakup sikap, kepercayaan individu.
b.      Variabel situasional, Menyinggung situasi ekstern, yang dapat diamati, yang dihadapi oleh orang – orang  itu sendiri.
c.       Variabel interaksional, Hal ini menyinggung keadaan pada saat itu dari orang-orang sebagai akibat dari interaksi situasi tertentu dengan ciri-ciri khas kepribadian orang.

2.Nilai
Nilai itu diperoleh pada waktu orang masih muda sekali dan merupakan bagian dasar dari pikiran seseorang. Pengaruh itu dapat dilihat dari setiap proses pengambilan keputusan manajemen sebagai berikut :
a.       Dalam menetapkan sasaran, pertimbangan nilai perlu sekali mengenai pemilihan kesepatan dan penentuan prioritas.
b.      Dalam mengembangkan alterntif, orang perlu mempertimbankan nilai berbagai macam kemungkinan.
c.       Apabila memilih alternatif, nilai dari orang yang mengambil kputusan memperngaruhi alternatif manakah yang akan dipilih.
d.      Apabila melaksanakan keputusan, pertimbangan nilai sangat perlu dalam memilih cara pelaksanaanya.
e.       Dalam fase evaluasi dan pengendalian, pertimbangan nilai tidak dapat dihindari apabila mengambil tindakan.
3.Kecenderungan Akan Resiko
Seseorang pengambil keputusan yang agak segan mengambil resiko akan menetapkan sasaran yang bebeda, mengavaluasi alternatif secara berbeda juga. Orang tersebut akan berusaha menetapkan pilihan dimana resiko atau ketidakpastian sangat rendah, atau diana kepastian akan hasilnya sangat tinggi.
4.Kemungkinan ketidak Cocokan
Apabila terjadi ketidak cocokan, maka tentu saja ketidak cocokan ini dapat dikurangi dengan mengakui bahwa telah terjadi kesalahan. Orang tesebut lebih memungkinkan menggunakan satu atau beberapa metode berikut ini untuk mengurangi ketidak cocokan mereka :
a.       Mencari informasi yang mendukung kebijaksanaan dari keputusan mereka.
b.      Secara selektif memahami (mengubah) informasi dengan suatu cara yang dapat mendukung keputusan mereka.
c.       Merubah sikap mereka, sehingga mereka memiliki pandangan yang baik terhadap alternatif yang telah ditetapkan sebelumnya.
d.      Mengelakan pentingnya segi – segi  postif dan mempertinggi unsur – unsur  positif dari keputusanya.
Sedangkan di dalam praktek dilapangan peranan kelompok lebih dominan. Terutama seorang manajer di organisasi / perusahaan modern, terutama yang besar dan kompleks, pengambilan keputusan tidak mungkin lagi hanya oleh seorang manajer, walaupun manajer memiliki tingkat kemampuan dan kemahiran tinggi. Artinya, kemampuan seorang manajer akan bergantung pula pada tingkat keterampilannya melibatkan kelompok dalam organisasi. Biasanya seorang manajer akan mengadakan pertemuan (meeting) ketika ia hendak mengambil sebuah keputusan, terutama yang berkaitan dengan organisasi.
Pertemuan (meeting) adalah salah satu cara yang efektif dalam proses pengambilan keputusan, mulai dari indentifikasi masalah, pengumpulan analisis data, pengkajian berbagai alternatif, dan pemilihan salah satu alternatif yang dipandang paling mungkin mendatangkan manfaat yang paling besar, atau kerugian terkecil apabila kerugian itu tidak dapat dihindari.
Berikut beberapa alasan mengapa keterlibatan kelompok dalam pengambilan keputusan dirasa penting oleh organisasi :
1.      Hasil Kerja Kelompok
            Apabila para anggota kelompok tertentu mampu mengemukakan pendapat dan gagasanya secara meyakinkan, maka petukaran pikiran akan terjadi antar anggota kelompok. Dan pertukaran yang terjadi akan menimbulakan gagasan baru yang dapat dimanfaatkan oleh semua anggota kelompok.
2.      Masukan yang Beraneka Ragam
            Karena keterlibatan banyak orang, biasanya berbagai sumber daya dimanfaatkan, misalkan dalam bentuk waktu, tenaga, pikiran dan sebagainya. Dengan begitu akan di dapat beraneka ragam masukan yang bisa dijadikan referensi dalam pengambilan keputusan.
3.      Pemanfaatan Berbagai Pengetahuan
            Seperti yang kita ketahui bahwa organisasi modern memiliki kompleksitas yang tinggi, dapat dilihat dari segi tujuan, jenis kegiatan, sasaran dan jumlah orng yang terlibat. Mereka juga memiliki tenaga – tenaga profesional sesuai bidangnnya masing – masing. Tenaga – tenaga profesional inilah yang menjadi sumber – sumber pengetahuan, karena jumlah pengetahuan yang dimiliki seluruh anggota kelompok pasti jauh lebih besar dari pengetahuan yang dimiliki  orang perorang, oleh karena itu pemanfaatannya dalam pengambilan keputusan tentu lebih besar pula.
4.      Keterikatan Pada Keputusan yang Diambil
            Salah satu kunci keberhasilan dalam pelaksanaan suatu keputusan terletak pada keterikatan orang – orang yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan, dalam rangka melaksanakan keputusan dengan sebaik – baiknya. Dengan mengikutsertakan berbagai pihak yang terkait yang akan memegan peranan kunci dalam pelaksanaan, akan mengurangi oposisi (penolakan) yang mungkin timbul. Dan mendorong perkembangan suasana saling pengertian yang pada akhirnya akan menghasilkan keputusan yang efektif.
5.      Meningkatnya Mutu Keputusan yang Diambil
            Kelompok – kelompok yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan biasanya harus mencapai kesepakatan tentang keputusan yang diambil. Artinya, keputusan yang diambil adalah keputusan kelompok, bukan keputusan individu. Sehingga jika ada perbedaan – perbedaan bahkan penentangan cara – cara yang akan ditempuh untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang di kemukakan anggota kelompok. Orang – oang tersebut harus taat kepada hasil musyawarah. Dengan demikian mutu keputusan yang diambil akan meningkat.
Hal yang harus di perhatikan proses kelompok dalam membuat keputusan tak terprogram. Hal-hal berikut ini berhubungan dengan proses kelompok saat membuat keputusan tak terprogram, yaitu:
1.  Penetapan tujuan: kelompok lebih unggul dibandingkan individu sebab kelompok memiliki pengetahuan lebih banyak dibandingkan individu.
2.  Identifikasi alternatif: usaha individu sebagai bagian dari anggota kelompok akan merangsang pencarian lebih luas diberbagai area fungsional di organisasi.
3.  Evaluasi alternatif: pertimbangan kolektif dari kelompok dengan berbagai sudut pandang lebih unggul dibanding individu.
4.  Memilih alternatif: interaksi kelompok dan pencapaian konsensus biasanya menghasilkan penerimaan resiko lebih besar dibanding individu. Keputusan kelompok juga biasanya lebih dapat diterima sebagai hasil dari partisipasi bersama.
5.  Implementasi keputusan: dibuat oleh kelompok atau tidak, penyelesaian biasanya dilakukan oleh seorang saja manajer. Individu bertanggungjawab untuk implementasi keputusan kelompok.
Teknik pengambilan keputusan kelompok
Kelompok interaktif, yaitu anggota berinteraksi secara langsung dengan anggota lain.
Kelompok nominal , yaitu membatasi komunikasi antar pribadi selama proses pengambilan keputusan , karena masing-masing individu mengemban tugas secara independen.
Bentuk teknik pengambilan keputusan kelompok
Teknik Pengambilan Keputusan Kelompok Delphi, umumnya digunakan untuk mengambil keputusan meramal masa depan yang diperhitungkan akan dihadapi organisasi. Teknik ini sangat sesuai untuk kelompok pengambil keputusan yang tidak berada di satu tempat. Pengambil keputusan menysun serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan suatu situasi peramalan dan menyampaikannya kepada sekelompok ahli. Para ahli tersebut ditugaskan untuk meramalkan, apakah suatu peristiwa dapat atau mungkin terjadi atau tidak.
Teknik Pengambilan Keputusan Kelompok Nominal, adalah rapat kelompok yang terstruktur terdiri dari 7-10 individu duduk berkumpul tetapi tidak berbicara satu sama lainnya. Setiap orang menulis gagasannya di selembar kertas. Setelah 5 menit, dilakukan saling tukar pikiran yang terstruktur. Setiap orang mengajukan satu gagasan. Seseorang yang ditunjuk sebagai notulen mencatat seluruh gagasan itu di kertas di depan seluruh anggota kelompok.
Teknik Pengambilan Keputusan dengan Pertemuan Elektronik, Pendekatan yang terbaru untuk pengambilan keputusan kelompok adalah mencampurkan teknik kelompok nominal dengan teknologi komputer canggih. Bentuk ini disebut dengan pertemuan elektronik (electronic meeting). Jika tehnologi sudah dipakai, konsepnya sederhana saja. Sampai dengan lima puluh orang duduk mengelilingi meja berbentuk U (tapal kuda) yang disana hanya ada seperangkat terminal komputer. Masalah dipresentasikan kepada para peseta pertemuan dan meraka mengetik tanggapan mereka ke layar komputer. Komentar individu, serta jumlah suara diperlihatkan di layar proyeksi di ruangan tersebut.
D.Kelebihan pengambilan keputusan kelompok
Menurut Mansoer (1989:69) ada beberapa kelebihan keputusan kelompok dibandingkan dengan keputusan individual, antara lain:
1.  Informasi yang lengkap lebih mungkin diadakan. Dalam kelompok terhimpun banyak pengalaman dan pandangan daripada seorang.
2.  Banyak alternatif yang muncul, karena kelompok mempunyai informasi banyak dalam jumlah dan ragamnya dan dapat mengidentifikasi lebih banyak kemungkinan. Lebih-lebih lagi kelompok itu terdiri atas berbagai keahlian dan latar belakang pengalaman.
3.  Keputusan kelompok lebih berterima. Hal ini disebabkan karena keputusan kelompok lebih menelaah banyak pandangan dan pendapat, sehingga keputusannya lebih besar kemungkinan mendapat persetujuan lebih dari banyak orang.
4.  Meningkatkan kesempatan terlaksananya hak orang banyak. Keputusan kelompok lebih sesuai dengan hak demokrasi. Mengingat banyak kesempatan oleh manajer untuk mengambil keputusan sendiri, maka mengambil kebijaksanaan untuk memberi kesempatan kepada orang lain yang ahli untuk turut mengambil kebagian dalam pengambilan keputusan, adalah merupakan upya meningkatkan legistimasi orang lain.
E. Kekurangan pengambilan keputusan  kelompok
Selain memiliki kelebihan, pengambilan keputusan secara kelompok juga tidak lepas dari beberapa kelemahan, di antaranya adalah:
1.  Memakan waktu. Keputusan kelompok diperoleh dari hasil diskusi yang panjang, banyak waktu dipakai untuk rapat-rapat, sedangkan pengambilan keputusan sendiri oleh manajer bisa diambil dalam waktu singkat, tepat pada saat masalahnya timbul.
2.  Dominasi minoritas. Tidak mungkin dalam satu kelompokterwakili semua kepentingan dalam organissi dan seringkali hanya terdiri atas segelintir orang saja. Kesempatan ini oleh para anggota kelompok sering digunakan untuk memenangkan kepentingan orang-orangtertentu dalam organisasinya yang sengaja atau tidak sengaja diwakilinya. Ada kecenderungan dia mendominasi kepentingan orang terbanyak.
3.  Tekanan untuk menyesuaikan. Dalam kelompok ada saja golongan yang mempunyai pengaruh dan menekan kelompok untuk menyesuaikan diri dengan kehendaknya.
4.  Tanggungjawab tersamar. Pada keputusan individual jelas siapa yang bertanggungjawab, tapi pada keputusan kelompok dari mereka (para anggota) tidak bisa dimintai pertanggungjawaban perorangan. Tanggung jawab perorangan luluh dalam tanggungjawab bersama.

D. KESIMPULAN
Apabila dilihat keefektifan dan efisiensi antar pengambilan keputusan kelompok atau individu, maka hal tergantung kepada kriteria apa yang dipakai sebagai ukuran efektif. Bila diukur dengan derajat akurasi, barangkali keputusan kelompok lebih akurat. Fakta membuktikan keputusan kelompok lebih baik daripada keputusan individu. Tetapi tidak berarti bahwa secara bersama kelompok lebih bermutu dari perseorangan. Bila dimaksud dengan efektif adalah ukuran kecepatan maka keputusan individual jadi lebih efektif. Kalau kreativitas yang jadi ukuran keefektifan maka keputusan kelompok adalah lebih efektif. Ukuran keefektifan lain, mungkin dukungan persetujuan, maka keputusan kelompok jadi lebih efektif. Dalam kerja kelompok pengambil keputusan, telah teruji bahwa jumlah anggota 5 sampai 7 orang adalah  produktif dan efektif. Efektif tentu diacu juga dengan efisiensi. Keputusan kelompok bisa jadi tidak efisien dibandingkan dengan keputusan individual, bila diukur dari waktuyang dipakai untuk mengambil keputusan. Pengambilan keputusan bentuk mana yang akan dipakai bergantung kepada aspek yang mana yang dipentingkan, efektivitas atau efisiensi.
E. SARAN
            Dengan adanya makalah ini diharapkan kita dapat membedakan pengambilan keputusan yang lebih cocok untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam organisasi.



TUGAS OPINI ILMU POLITIK



Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
            Puji syukur kita panjatkan Kehadhirat Allah SWT, yang mana oleh-Nya telah memberikan kita nikmat yang begitu besar yaitu nikmat Iman dan Islam, sehingga kita berkumpul pada hari yang berbahagia ini. Selawat besertakan salam tidak lupa pula kita sanjungkan kepada pangkuan alam Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan sekarang ini.
            Penghormatan saya kepada Dosen pengasuh mata kuliah ini, dan kepada teman-teman sekalian. Adapun pada kesempatan ini, saya akan membahaas sedikit tentang kasus Reklamasi Teluk Jakarta yang baru-baru ini sedang hangat dibicarakan. Saya mengangkat kasus ini karena banyak hal menarik yang harus dikupas dari kasus reklamasi teluk ini, diantaranya yaitu: Untuk apa teluk ini di reklamasi, bagaimana dampaknya akibat dari reklamasi teluk ini.
            Teman-teman sekalian, sebenarnya mengenai reklamasi itu bukan suatu hal yang baru, karena pada dasarnya kita sudah lazim mendengar hal reklamasi ini, namun karena reklamasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta yaitu Bapak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ini lain halnya dengan reklamasi lain maka kasus ini perlu dipertanyakan terutama sekali oleh warga masyarakat di sekitar daerah teluk tersebut. Terkait dengan reklamasi teluk Jakarta ini, banyak kemungkinan-kemungkinan yang ditimbulkan akibat dari reklamasi ini yaitu:
Rusaknya ekosistem laut, dengan dilakukannya reklamasi teluk Jakarta ini sebenarnya sangat berdampak pada ekosistem laut, jadi sebelum melakukan reklamasi teluk ini, pemerintah seharusnya menganalisis dulu secara teliti karena analisis dampak lingkungan (AMDAL) harus di perhatikan, kalau lingkungan tidak dijaga dengan baik maka dampaknya akan besar.
Hilangnya mata pencaharian, tidak diragukan lagi bahwa reklamasi teluk ini sangat berpengaruh terhadap mata pencaharian, khususnya warga sekitar teluk yang setiap harinya biasanya bekerja sebagai nelayan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Nah sangat disayangkan sekali karena reklamasi ini nelayan semakin susah untuk mencari ikan, karena daerah tersebut sudah ditimbun dengan tanah, sehingga warga harus berlayar ke laut lain dan itu juga membutuhkan waktu yang lama karena jarak tempuh sudah jauh.
            Tidak hanya itu, reklamasi teluk Jakarta ini sebenarnya hanya untuk kepentingan politik, walaupun pemerintah daerah menyatakan bahwa reklamasi ini dilakukan untuk mengatasi banjir, namun itu hanyalah menggunakan kesempatan saja dalam artian mengatasnamakan kepentingan rakyat, padahal itu merupakan kepentingan pemerintah yang bersangkutan. Demikian halnya dengan masalah mengatasi banjir, padahal reklamasi teluk ini bukan solusi untuk mengatasi banjir, karena kemungkinan banjir juga akan terjadi apabila teluk ini direklamasi, jadi reklamasi ini tidak efektif untuk dilakukan, dan Menteri Lingkungan pun berpendapat bahwa reklamasi teluk Jakarta ini tidak cocok(efektif) apabila ditinjau dari segi dampak lingkungan.
            Banyak kasus terkait mengenai pembangunan pluit city ini, karena kita lihat di media itu ada kasus suap yang berhubungan dengan reklamasi, tetapi yang menjadi permasalahan disini yaitu pemerintah DKI Jakarta seperti tidak ada kejadian apa-apa, pembangunannya berjalan dengan mulus seperti yang dinyatakan di media masa, dan kasus suap ini seperti di hindari (di tutupi), namun hal itu tidak perlu diragukan lagi karena memang sudah jelas disitu ada permainan politik di dalamnya. Seharusnya hal ini perlu di tanggapi oleh pemerintah pusat Indonesia, karena hal ini melibatkan banyak stakeholder, tetapi yang disayangkan itulah sekarang ini, dikarenakan sama-sama memilki kewenangan dan sama-sama memiliki kepentingan jadi hal ini jelas harus dilarut-larutkan.
            Sekarang ini perlu dipertanyakan untuk siapa kebijakan itu dibuat? Banyak yang berpendapat tentang hal ini, salah satunya yaitu menurut wakil ketua KPK yaitu Laode M Syarif, beliau berpendapat bahwa kepentingan publik sebenarnya harus memiliki kepentingan terhadap publik dan bukan kepentingan untuk satu golongan saja, dan bisa dibayangkan apabila kebijakan publik dilakukan untuk kepentingan satu golongan saja. KPK menyatakan hal ini setelah tertangkapnya Sanusi dalam kasus suap proyek reklamasi teluk Jakarta. Reklamasi teluk Jakarta ini merupakan hal yang luar biasa dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta, sebab ini berbasis Internasional, mengapa demikian? Karena orang-orang yang dilakukan kerjasama terhadap proyek ini adalah orang-orang hebat yang berasal dari luar negeri, seperti Skidmore, Owning dan Merills dari USA sebagai Layout tata kota dan penghijauan dan design taman central park at  pluit city oleh Martha dari London, dan banyak kita lihat di iklan terpampang bahwa reklamasi ini merupakan Kota Persembahan yang didalamnya terdapat hunian rumah mewah, office dan Centra bisnis terpadu, ruko dan parkiran yang luas. Dan ini merupakan kota elite mandiri terpadu yang berdasarkan konsep kota metropolitan Internasional.
Berdasarkan paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa proyek reklamasi teluk Jakarta ini jelas tidak efektif untuk dilakukan, karena kegiatan pembangunan ini dibuat dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat diatas kepentingan politik. Jadi bila dibandingkan dengan unsur positifnya jauh lebih sedikit dengan unsur negatif yang ditimbulkan dari reklamasi teluk ini. Sangat disayangkan sebenarnya mengenai kasus reklamasi ini, karena jika pembangunan pluit city ini berhasil dijalankan maka rakyat di sekitar teluk tersebut akan terkesampingkan bahkan tidak dapat merasakan manfaat yang dinamis dengan reklamasi ini, berbeda dengan petinggi atau pejabat atau orang-orang hebat lainnya akan merasa lebih senang dan puas atas hasil yang dibangun, karena mereka menjadi penghuni kota pluit city yang sarana prasarana didalamnya sangat memadai sebab pluit city ini merupakan salah satu kota persembahan yang dibangun di Indonesia dan memilki taraf Internasional.
Demikian orasi ini saya sampaikan, lebih dan kurang saya memohon maaf, dan terima kasih atas segala perhatian, wabillahitaufik walihidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

MAKALAH OTONOMI DAERAH



BAB I
PENDAHULUAN
1.2  Latar Belakang
Sebagai  perwujudan dari cita desentralisasi tersebut, maka langkah-langkah penting sudah dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah membuktikan bahwa keinginan untuk mewujudkan cita-cita ini terus berlanjut. Sekalipun demikia, kenyataan membuktikan bahwa cita tersebut masih jauh dalam realisasinya. Otonomi daerah masih lebih sebagai harapan ketimbang sebagai kenyataan yang telah terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Otonomi Daerah belumlah terwujud sebagaimana yang diharapkan. Kita nampaknya baru menuju kea rah Otonomi Daerah yang sebenarnya.
Beberapa faktor-faktor yang  menetukan prospek otonomi daerah, diantaranya, yaitu :
Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak (faktor dinamis) dalam peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia ini haruslah baik, dalam pengertian moral maupun kapasitasnya. Faktor ini mencakup unsur pemerintah daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD, aparatur daerah maupun masyarakat daerah yang merupakan lingkungan tempat aktivitas pemerintahan daerah tersebut.
Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan  Daerah. Salah stu cirri daerah otonom adalah terletak pada kemampuan self supportingnya / mandiri dalam bidang keuangan. Karena itu, kemampuan keuangan ini akan sangat memberikan pengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan retribusi daerah, hasilm perusahaan daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah lainnya yang sah, haruslah mampu memberikan kontribusinya bagi keuangan daerah.
Faktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan yang ada haruslah cukup dari segi jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya dan praktis dari segi penggunaannya. Syarat-syarat peralatan semacam inilah yang akan sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen. Tanpa kemampuan organisasi dan manajemen yang memadai penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilakukan dengan baik, efisien, dan efektif.oleh sebab itu perhatian yang sungguh-sunggguh terhadap masalah ini dituntut dari para penyelenggara pemerintahan daerah.
Sejarah perkembangan Otonomi Daerah membuktikan bahwa keempat faktor tersebut di atas masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya Otonomi Daerah masih menunjukkan sosoknya yang kurang menggembirakan.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa itu Otonomi Daerah?
2.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia?
3.      Apa peran penting di dalam Otonomi Daerah?
4.      Apa dampak Otonomi Daerah?

1.3 Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui apa pengertian Otonomi Daerah?
2.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia?
3.      Untuk mengetahui peran penting di dalam Otonomi Daerah?
4.      Untuk mengetahui dampak Otonomi Daerah?









BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi berasal dari 2 kata yaitu, auto berarti sendiri, nomos berarti rumah tangga atau urusan pemerintahan.Otonomi dengan demikian berarti mengurus rumah tangga sendiri. Dengan mendampingkan kata ekonomi dengan kata daerah, maka istilah “mengurus rumah tangga sendiri” mengandung makna memperoleh kekuasaan dari pusat dan mengatur atau menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah sendiri.
Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di tetapkan oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian yang memliki kaitan dan hubungan dengan otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang, yaitu sebagai berikut:
·         Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.
·         Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di dalam UUD 1945. 
·         Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat daerah seperti Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.
·         DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk para wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
·         Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan masyarakat yang berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·         Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-batas wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana prngaturan nya berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem  NKRI.
·         Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.2 Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
a.       Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
b.      Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942  yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading.
c.       Masa Kemerdekaan
1.      Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
2.      Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
3.      Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
4.      Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
5.      Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
6.      Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
7.      Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
8.      Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

2.3 Peran Penting Dalam Otonomi Daerah
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Di dalam Otonomi daerah selalu identik dengan yang namanya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang sering disebut APBD. Di sini saya akan membahas sedikit mengenai APBD.
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting  dalam   menghadapi otonomi daerah. Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat penting, karena pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang mrupakan salah satu dasar kriteria untukmengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Suatu daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi bagian yang  terbesar dalammemobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh karena itu, sudah sewajarnya apabila PAD dijadikan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah demi mewujudkan tingkat kemandirian dalam menghadapi otonomi daerah.
          Sedangkan menurut UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara disebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Lebih lanjut dijelaskan dalam PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolahan Keuangan Daerah disebutkan bahwa APBD adlah rencana keuangan tahunan Pemerintah daerah yang di bahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.

2.5 Dampak Otonomi Daerah
a. Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah makapemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosikebudayaan dan juga pariwisata.
b. Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintahpusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :
1.      Korupsi Pengadaan Barang Modus :
·         Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
·         Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2.      Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
Modus :
·         Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
·         Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
3.      Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.
Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4.      Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
Modus : Pemotongan dana bantuan sosial b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap
    meja).
5.      Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.







BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari..
3.2 Saran
Analisis Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Pemerintah Dalam Mengontrol Otonomi Daerah:
1.      Merumuskan kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di tingkat propinsi dan sejalan dengan strategi desentralisasi secara bertahap.
2.      Menyusun sebuah rencana implementasi desentralisasi dengan memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut penjaminan kesinambungan pelayanan pada masyarakat,perlakuan perimbangan antara daerah-daerah,dan menjamin kebijakan fiskal yang berkelanjutan.
3.      Untuk mempertahankan momentum desentralisasi,pemerintah pusat perlu menjalankan segera langkah desentralisasi,akan tetapi terbatas pada sektor-sektor yang jelas merupakan kewenangan Kabupaten dan Kota dan dapat segera diserahkan.
4.      Proses otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan tanggung jawab dari menteri negara otonomi atau menteri dalam negeri,akan tetapi menuntut koordinasi dan kerjasama dari seluruh bidang dalam kabinet (Ekuin,Kesra & Taskin, dan Polkam).




DAFTAR PUSTAKA

Riwu Kaho, Josef, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Indonesia,
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
DR. Kaloh J, 2007, Mencari Bentuk otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal Dan Tantangan Global, Jakarta, Rhineka Cipta.
http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-otonomi-daerah-di.html